Pendahuluan
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertum-buhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11.% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2002). Laju yang demikian pesat menandai era di mana kelapa sawit merupakan salah primadona pada sub-sektor perkebunan.
Pada lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multi-dimensional dan tingkat persaingan pasar minyak nabati yang dihadapi CPO semakin ketat, laju pertumbuhan industri CPO mulai melambat. Sebagai ilustrasi, laju perluasan areal pada periode 1991-2001 hanya sekitar 9.62% per tahun. Makin melambatnya pertumbuhan tersebut juga diiringi oleh isu bahwa pasar kelapa sawit sudah mulai jenuh sehingga banyak investor yang mulai ragu-ragu untuk melakukan investasi pada bisnis kelapa sawit.
Benarkah investasi pada bisnis kelapa sawit sudah jenuh? Makalah ini akan mencoba melihat peluang investasi bisnis perkebunan pada masa mendatang. Peluang tersebut dilihat dari dua sisi yaitu sisi peremajaan atau rehabilitasi (regenerasi) dan sisi perluasan. Sisi peremajaan perlu mendapat perhatian karena kebun-kebun kelapa sawit yang dibangun pada tahun 1970-an secara teknis sudah layak untuk diremajakan. Pada sisi lain, beberapa hasil studi seperti oleh FAO (2001) menunjukkan bahwa bisnis kelapa sawit masih berpeluang untuk melakukan perluasan.
Sejalan dengan hal itu, organisasi tulisan ini disusun sebagai berikut. Setelah Pendahuluan, sekilas akan diuraikan perkembangan industri CPO Indonesia. Selanjutnya bahasan difokuskan pada peluang CPO di pasar internasional. Berdasarkan peluang tersebut, peluang investasi kelapa sawit didiskusikan pada bagian akhir tulisan ini.
Prospek CPO Di Pasar Internasional
Sejalan dengan peluang peningkatan konsumsi yang masih terbuka, FAO (2001) menyebutkan bahwa peluang peningkatan produksi sampai dengan 2005 mendatang masih terbuka dengan laju sekitar 4-5% per tahun (Gambar 2). Produksi CPO dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 27.68 juta ton.
Perdagangan (ekspor-impor) CPO dunia diproyeksikan akan meningkat dengan laju sekitar 3.8% per tahun untuk periode 2000-2005 (Gambar 3). Dengan perkembangan yang demikian, maka volume perdagangan pada tahun 2005 diproyeksikan sekitar 19.16 juta ton (FAO 2001).
Secara umum, ada dua sumber permintaan (peluang pasar) untuk CPO Indonesia yaitu konsumsi domestik dan ekspor. Setelah sebelumnya meningkat dengan laju sekitar 8% per tahun, peluang konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan akan meningkat dengan laju antara 6% pada tahap awal dan menurun menjadi sekitar 4% pada akhir dekade mendatang. (Gambar 4). Untuk periode 2000-2005, konsumsi domestik diperkirakan meningkat dengan laju 5%-6% per tahun. Selanjutnya, untuk periode 2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan adalah 3%-5% per tahun. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi domestik pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta ton.
Dengan asumsi tingkat pajak ekspor adalah masih di bawah 5%, maka ekspor CPO Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4-8% per tahun pada periode 2000-2010 (Gambar 5). Pada periode 2000-2005, ekspor akan tumbuh dengan laju 5%-8% per tahun sehingga volume ekspor pada periode tersebut sekitar 5.4 juta ton. Pada periode 2005-2010, volume ekspor meningkat dengan laju 4%-5% per tahun yang membuat volume ekspor menjadi 6.79 juta ton pada tahun 2010.
Berdasarkan peluang pasar tersebut, maka peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan masih cukup terbuka. Secara teoritis, ada banyak skenario yang dapat dilakukan untuk memenuhi peluang pasar tersebut. Salah satu skenario peluang perluasan areal adalah pada periode 2003-2005 perluasan areal adalah antara 3.5% per tahun, sedangkan pada periode 2006-2010 adalah sekitar 2% per tahun.
Dengan asumsi tersebut, peluang investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan sekitar 117000 ha per tahun pada periode 2003-2005 dan 70000 ha per tahun untuk periode 2006-2010. Untuk mewujudkan hal tersebut, dana investasi yang dibutuhkan adalah sekitar 1.7 triliun per tahun pada periode pertama dan sekitar 1.1 triliun per tahun pada periode kedua. Kebutuhan benih untuk mendukung hal tersebut berkisar antara 14.8 – 23.5 juta per tahun.
Tabel 1. Peluang Investasi Bisnis Kelapa Sawit 2003-2010
Aspek | 2003-2005 | 2006-2010 |
Pertumbuhan Areal (% /tahun) | 3.5 | 2.0 |
Perluasan areal (000 ha/th) | 117 | 74 |
Jumlah Bibit (juta benih/th) | 23.5 | 14.8 |
Nilai Investasi (Rp T/th) | 1.7 | 1.1 |
Asumsi : 1 ha = 200 benih ;Investasi Rp 15 juta/ha
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Taher (2000), areal yang tersedia untuk perluasan areal mencapai 2.960 juta ha (Tabel 2) yang tersebar di 6 propinsi. Dengan demikian, lahan yang tersedia cukup memadai untuk me-manfaatkan peluang pasar. Namun demikian, potensi yang luas tersebut me-merlukan suatu pendekatan yang tepat untuk meminimisasi konflik lahan yang kini menjadi salah satu potret industri kelapa sawit Indonesia.
Tabel 2. Ketersediaan Lahan Untuk Perluasan Kelapa Sawit
Propinsi | Luas (000 ha) |
Jambi | 50 |
Kalimantan Tengah | 310 |
Kalimantan Timur | 370 |
Sulawesi Selatan | 130 |
Sulawesi Tengah | 200 |
Papua Barat | 2000 |
Total | 2960 |
Sumber : Taher et al., (2000)
Peluang Investasi dari Peremajaan
Potensi areal yang potensial untuk diremajakan terutama berada di lima propinsi utama (Tabel 3). Potensi areal terluas untuk peremajaan berada di Sumatera Utara yang mempunyai pangsa sekitar 33.2% dari areal yang potensial untuk diremajakan. Pada propinsi tersebut, areal peremajaan berkisar antara 6644 ha sampai dengan 16609 ha per tahun. Propinsi Riau merupakan daerah potensial terbesar kedua dengan pangsa sekitar 25.7% atau dengan potensi antara 5144 ha – 12860 ha per tahun. Sumatera Selatan, kalimantan Barat, dan Aceh merupakan daerah yang juga cukup potensial dengan pangsa diatas 7% dari potensi peremajaan secara nasional.
Tabel 3. Potensi Peremajaan Kelapa Sawit di Beberapa Propinsi
Propinsi | Pangsa (%) | Areal Peremajaan (ha) |
Sumatera Utara | 33.2 | 6644 – 16609 |
Riau | 25.7 | 5144 – 12860 |
Sumatera Selatan | 12.6 | 2520 – 6300 |
Kalimantan Barat | 10.4 | 2080 – 5200 |
Aceh | 8.0 | 1600 – 4000 |
Lainnya | 10.1 | 2013 – 5031 |
Jika kedua peluang investasi digabungkan, maka setiap tahunnya diperlukan pembangunan kebun (perluasan dan peremajaan) rata-rata sekitar 117 000 ha per tahun. Untuk itu, dana investasi yang diperlukan rata-rata sekitar 1.7 triliun per tahun. Dari segi benih, kebutuhan benih diperkirakan sekitar 23 juta benih per tahun, Dengan perhitungan tersebut, maka luas areal kelapa sawit pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing adalah 3.744 juta ha dan 4.424 juta ha.
Jika hal tersebut dapat diwujudkan, potensi produksi berdasarkan kom-posisi tanaman berdasarkan umur (vintage tanaman) adalah seperti Gambar 7. Pada periode 2000-2005, laju peningkatan produksi diperkirakan sekitar 7.6% per tahun, sehingga produksi CPO pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 10.20 juta ton. Laju pertumbuhan produksi menurun pada periode 2005-2010 dengan laju sekitar 2.7% per tahun yang menyebabkan produksi CPO Indonesia men-capai 11.64 juta ton. Secara umum, peningkatan produksi untuk periode 2000-2010 adalah 5.1% per tahun. Pada tahun 2010, pangsa produksi perkebunan rakyat¸ PTPN, dan perkebunan besar swasta masing-masing menjadi 25.9%, 20.0%, dan 53.1%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar